Rabu, 11 Agustus 2010

Konflik Konteks Keindonesiaan

           Studi konflik telah dimulau sejak perkembangan ilmu sosial klasik sampai abad postmodern terutama melalui disiplin ilmu sosiologi, psikologi, dan hubungan internasional. Akan tetapi, studi ini menjadi perhatian serius dan berkembang di Indonesia melalui berbagai peristiwa konflik kekerasan baik dalam dimensi etnis, agama, dan saparatisme pasca kekuasaan Orba (orde baru).
            Telah menjadi fakta bahwa konflik selalu menjadi bagian hidup manusia yang bersosial dan berpolitik serta pendorong dalam dinamika dan perubahan sosial politik (Kornblurn, 2003), namun istilah konflik mensiratkan makna negatif bagi kelompok dan sejarah tertentu, sebagai Indonesia pada masa kekuasaan Orba. Rezim orba berpandangan bahwa konflik harus ditiadakan dari dunia sosial dan politik. Karena konflik berarti ketidakstabilan, ketidakharmonisan dan ketidakamanan. Pada pemahaman ini, Orba menciptakan stabilitas politik. Sebagaimana yang di sampaikan Afan Gaffar (1999), bahwa "stabilitas politik nasional di Indonesia diwujudkan dengan sebuah pendekatan keamanan yang sangat ketat. Hal ini dapat dilihat dari dibentuknya lembaga-lembaga, yang ada pada dasarnya mempunyai karakteristik Represif, seperti : Opsus, Bakin, Kopkamtib/Laksus dan ditsospol pada Depdagri.
            Semua kebijakan penguasa Orba pada gilirannya dilandaskan pada prinsip keamanan politik. Sehingga jika terdapat inisiatif kritis dari masyarakat lokal, maka hal itu dianggap sebagai tindakan subversif dan ancaman terhadap integrasi bangsa. Melalui prinsip keamanan politik inilah maka rezim Orba selalu mekasanakan pengontrolan terhadap proses kritis tersebut melalui lembaga Negara, terutama militer dan birokrasi. Lembaga militer mengawasi aktivitas masyarakat dari tingkat Desa sampai Provinsi, (dari Babinsa sampai Kodam) hal ini sengaja dilakukan demi keamanan dan keharmonisan. 
            Apa yang dilakukan oleh Rezim Orba kemaren adalah pendekatan keamanan tradisional (traditional security). Suatu pendekatan yang mengutamakan "militerry power" dan tidak ada sikap negosisasi sebagai pertimbangan politik Rezim. Pendekatan ini mengabaikan kesetaraan sosial ekonomi demi terciptanya harmoni. Harmoni yang berarti kondisi dalam keselarasan, pada dasarnya dimaknai secara sempit oleh Rezim Orba, yaitu situasi aman tanpa konflik. Konsep aman yang diusung ini jelas bahwa "aman" bukan sebagai kondisi 'tertib hukum' melainkan kondisi 'tertib politik', dalam arti bahwa tidak ada kekuatan-kekuatan yang  kontra terhadap Penguasa, sehingga 'harmoni" yang tercipta tidak berhubungan dengan rasa aman. Justru harmoni ini telah menjadi "Hegemoni"  negara terhadap rakyatnya.
            Indonesia sejak tahun 1970 telah mengalami banyak krisis terutama krisis politik dalam konflik idiologis yang berkepanjagan. Ketidak stabilan politik inilah yang menjadi dasar para arsitek pembangunan Orba, sehingga mereka percaya bahwa masa depan Indonesia semestinya di bebaskan dari konflik politik dengan melakukan tertib politik melalui pendekatan keamanan tradisional yang sangat represif.
Bersambung .…
Tanks to Novri Susan, M.A
            Studi konflik telah dimulau sejak perkembangan ilmu sosial klasik sampai abad postmodern terutama melalui disiplin ilmu sosiologi, psikologi, dan hubungan internasional. Akan tetapi, studi ini menjadi perhatian serius dan berkembang di Indonesia melalui berbagai peristiwa konflik kekerasan baik dalam dimensi etnis, agama, dan saparatisme pasca kekuasaan Orba (orde baru).
            Telah menjadi fakta bahwa konflik selalu menjadi bagian hidup manusia yang bersosial dan berpolitik serta pendorong dalam dinamika dan perubahan sosial politik (Kornblurn, 2003), namun istilah konflik mensiratkan makna negatif bagi kelompok dan sejarah tertentu, sebagai Indonesia pada masa kekuasaan Orba. Rezim orba berpandangan bahwa konflik harus ditiadakan dari dunia sosial dan politik. Karena konflik berarti ketidakstabilan, ketidakharmonisan dan ketidakamanan. Pada pemahaman ini, Orba menciptakan stabilitas politik. Sebagaimana yang di sampaikan Afan Gaffar (1999), bahwa "stabilitas politik nasional di Indonesia diwujudkan dengan sebuah pendekatan keamanan yang sangat ketat. Hal ini dapat dilihat dari dibentuknya lembaga-lembaga, yang ada pada dasarnya mempunyai karakteristik Represif, seperti : Opsus, Bakin, Kopkamtib/Laksus dan ditsospol pada Depdagri.
            Semua kebijakan penguasa Orba pada gilirannya dilandaskan pada prinsip keamanan politik. Sehingga jika terdapat inisiatif kritis dari masyarakat lokal, maka hal itu dianggap sebagai tindakan subversif dan ancaman terhadap integrasi bangsa. Melalui prinsip keamanan politik inilah maka rezim Orba selalu mekasanakan pengontrolan terhadap proses kritis tersebut melalui lembaga Negara, terutama militer dan birokrasi. Lembaga militer mengawasi aktivitas masyarakat dari tingkat Desa sampai Provinsi, (dari Babinsa sampai Kodam) hal ini sengaja dilakukan demi keamanan dan keharmonisan. 
            Apa yang dilakukan oleh Rezim Orba kemaren adalah pendekatan keamanan tradisional (traditional security). Suatu pendekatan yang mengutamakan "militerry power" dan tidak ada sikap negosisasi sebagai pertimbangan politik Rezim. Pendekatan ini mengabaikan kesetaraan sosial ekonomi demi terciptanya harmoni. Harmoni yang berarti kondisi dalam keselarasan, pada dasarnya dimaknai secara sempit oleh Rezim Orba, yaitu situasi aman tanpa konflik. Konsep aman yang diusung ini jelas bahwa "aman" bukan sebagai kondisi 'tertib hukum' melainkan kondisi 'tertib politik', dalam arti bahwa tidak ada kekuatan-kekuatan yang  kontra terhadap Penguasa, sehingga 'harmoni" yang tercipta tidak berhubungan dengan rasa aman. Justru harmoni ini telah menjadi "Hegemoni"  negara terhadap rakyatnya.
            Indonesia sejak tahun 1970 telah mengalami banyak krisis terutama krisis politik dalam konflik idiologis yang berkepanjagan. Ketidak stabilan politik inilah yang menjadi dasar para arsitek pembangunan Orba, sehingga mereka percaya bahwa masa depan Indonesia semestinya di bebaskan dari konflik politik dengan melakukan tertib politik melalui pendekatan keamanan tradisional yang sangat represif.
Bersambung .…
Tanks to Novri Susan, M.A

1 komentar: